Senin, 18 November 2013

ANALISA RAGAM BUDAYA

RAGAM BUDAYA
·         RAGAM LISAN
Tradisi Lisan: Budaya yang Dipinggirkan
-- Ester Lince Napitupulu

DONGENG, bukan sekadar pengantar tidur. Di sebagian masyarakat, dongeng atau cerita rakyat sering kali bernilai pendidikan, pesan moral, atau norma bermasyarakat yang harus dipatuhi bersama. Cara penyampaiannya memang sederhana agar mudah dicerna dan bisa dilaksanakan masyarakat. 

Di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, misalnya, sudah lama berkembang cerita rakyat tentang gurita dan putri duyung. Cerita atau dongeng ini sangat pas dengan alam lingkungan Wakatobi yang keindahan lautnya sudah tersohor ke seluruh dunia.

Pada dongeng gurita, diceritakan masyarakat boleh memakan gurita berkaki tujuh, tetapi tidak boleh merusak ”rumah” gurita. Jika larangan ini dilanggar, masyarakat akan mengalami bencana hingga anak, cucu, dan turunannya nanti.

Jika dicermati, dongeng ini mengandung makna, masyarakat boleh mengonsumsi gurita, tetapi tidak boleh merusak terumbu karang yang menjadi tempat hidup gurita. Begitulah orang-orang tua dulu mengajarkan perlunya menjaga lingkungan dengan cara yang sederhana. Berkat dipatuhinya cerita ini, terumbu karang di Wakatobi hingga sekarang masih terpelihara dengan baik.

Begitu pula dengan dongeng putri duyung. Diceritakan, ada seorang ibu yang saking cinta kepada anaknya, dia memberikan ikan yang semestinya untuk hidangan suaminya yang kikir. Untuk mencari ikan pengganti, ibu itu mengarungi laut sehingga tubuhnya bersisik dan menjadi putri duyung. Meski duyung berbeda dengan lumba-lumba, masyarakat Wakatobi hingga sekarang tidak berani berburu lumba-lumba yang diyakini perwujudan kasih sayang ibu.

·         RAGAM TULISAN

Mewariskan Budaya Lewat Tulisan

Oleh: R.S. Kurnia
Bagaimana Anda dapat mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi bertahun-tahun lalu atau ratusan tahun lampau? Buku sejarah mungkin menjadi jawaban Anda. Tidak salah memang karena buku-buku sejarah banyak mengisahkan apa yang terjadi, jauh sebelum zaman informasi ini. Belum lagi revolusi mesin cetak dan internet yang memungkinkan informasi masa lalu terekam dengan baik.
Meski literatur saat ini bisa dibilang komplit dan beragam, sejarah masa lalu umat manusia tidak seketika itu juga dihadirkan lewat buku-buku maupun perangkat digital yang saat ini tersedia. Sebab budaya tulisan bukanlah budaya manusia yang tertua. Sebaliknya, budaya lisan jauh lebih tua daripada budaya tulisan. Kelompok-kelompok masyarakat tertentu bahkan masih mempertahankan budaya lisan ini.

Artikel Terkait

·         Mengenali Pembaca
·         Kriteria Tulisan yang Bagus
·         Menulis Memoar: Mengapa Tidak?
·         Menulis dan Hambatannya
·         Ide Besar Sebuah Tulisan
Sebelum era tulisan, pengalihan tradisi dari generasi ke generasi dilakukan secara lisan. Para leluhur akan bertutur kepada anak-cucunya, menyampaikan kisah-kisah moral, termasuk berbagai pengajaran. Metode ini masih bisa ditemukan pada sejumlah suku bangsa.
Hanya saja, metode lisan memiliki sejumlah kelemahan. Kelemahan yang utama ialah tidak banyak orang yang bisa mengingat apa yang disampaikan pendahulunya setepat yang dikemukakan padanya. Sedikit banyak, tentu ada saja yang tidak tersampaikan. Belum lagi kemungkinan untuk menambah maupun mengurangi secara sadar cukup terbuka.
Meski demikian, manusia tidak langsung mengenal sistem tulisan dengan alfabet seperti kita saat ini. Sebelumnya, dikenal piktogram, yaitu aksara berupa gambar untuk mengungkapkan amanat tertentu. Tradisi ini sangat tua usianya. Masa-masa awal penggunaan piktogram ini diperkirakan di Mesopotamia oleh bangsa Sumeria Kuno.
Manusia diperkirakan mulai memasuki masa aksara sekitar 3000 SM. Aksara pertama disebut-sebut pertama kali melalui tiga kebudayaan besar: bangsa Sumeria di Mesopotamia dengan huruf pakunya, masyarakat lembah Sungai Nil di Mesir dengan hieroglifnya, dan masyarakat Han di lembah Sungai Kuning dengan aksara han (Kridalaksana dan Sutami 2005).
Revolusi tulisan baru terjadi ketika Gutenberg menemukan mesin cetak di Eropa. Buku-buku yang dulunya memerlukan waktu bertahun-tahun untuk menyalinnya, kini dapat dihadirkan dengan lebih cepat. Sampai Martin Luther pun menyebutkan bahwa mesin cetak merupakan salah satu anugerah terbesar Tuhan selain keselamatan (Pranata 2002). Hal ini tentu memungkinkan penyebaran literatur dengan lebih cepat. Teknologi saat ini malah telah memungkinkan dihasilkannya ribuan eksemplar dalam waktu yang lebih singkat.
·         RAGAM SOSIAL
Keragaman Sosial Budaya Masyarakat lndonesia

 Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan atau moto bangsa Indonesia yang terdapat dalam lambang negara "Burung Garuda". Istilah tersebut diambil dari buku Sutasorna, karangan Mpu Tantular yang ditulis dalam bahasa Sanskrit. Bhinneka Tunggal lka menunjukkan bahwa bangsa indonesia adalah bangsa yang heterogen, yaitu bangsa yang mempunyai keanekaragaman, baik dalam aspek agama budaya, maupun ras dan suku bangsa.
 Kebhinnekaan yang ada pada diri bangsa Indonesia merupakan potensi sekaligus tantangan. Kebhinnekaan sebagai potensi dalam arti telah terbukti secara nyata dapat menjadi perekat atau patri bagi bangsa Indonesia sejak awal-awal kemerdekaan bahkan sejak tumbuhnya kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu pada tahun 1908 dalam melawan dan mengisi serta mempertahankan kemerdekaan bangsa.
 Sejarah perjalanan bangsa Indonesia telah membuktikan, bahwa jauh sebelum tahun 1908 perjuangan bangsa Indonesia selalu dapat dipatahkan oleh pemerintahan kolonial, di mana salah satu penyebabnya karena bangsa Indonesia berjuang masih untuk kepentingan daerah atau wilayahnya masing - masing sehingga amat mudah untuk diterapkannya politik devide et impera oleh pemerintahan kolonial.
Pada tahun 1908 telah dirintis perjuangan yang bersifat nasional, yaitu dipelopori oleh Dr, Wahidin Sudirohusodo dengan mendirikan organisasi modern yang diberi nama " Boedi Utomo". Kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara makin nampak, dengan dicetuskannya Ikrar Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada waktu itu seluruh pemuda dari berbagai kesatuan aksi, seperti Jong Java; Jong Sumatra Bond; Jong Celebes dan sebagainya mengikrarkan diri dalam satu sumpah yang disebut Sumpah pemuda, yaitu hanya akan menjunjung tinggi, Satu Tanah Air; Satu Bangsa dan Satu Bahasa Indonesia "Pada saat yang bersamaan untuk pertama kalinya dinyanyikan lagu "lndonesia Raya" ciptaan W.R. Supratman.
 Semangat sumpah pemuda menjadi inspirasi tersendiri bagi bangsa indonesia untuk terus berjuang dalam upaya merebut kembali kemerdekaan bangsa usaha ini ternyata tidak sia-sia karena berkat usaha keras dan berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya. Proklamasi juga merupakan ikrar seluruh bangsa indonesia untuk bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
·         RAGAM FUNGSIONAL
Ragam fungsional kadang-kadang disebut ragam profesional adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi lembaga lingkungan kerja atau kegiatan tertentu lainnya.
·         RAGAM JURNALIS
Bahasa IndonesiaJurnalistik adalah salah satu ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa Indonesia jurnalistik harus memperhatikan hal-hal berikut ini: (a) sederhana, (b) ringkas, (c) padat, (d) lugas, dan (e) menarik. Dengan kata lain bahasa Indonesia jurnalistik diutamakan ekonomis, tepat makna, dan menarik perhatian pembaca.

sumber :
http://cabiklunik.blogspot.com/2008/12/tradisi-lisan-budaya-yang-dipinggirkan.html
http://pelitaku.sabda.org/mewariskan_budaya_lewat_tulisan
http://suyitno56596596.blogspot.com/2012/10/keragaman-sosial-budaya-masyarakat_23.html
http://nadianudnoviani.blogspot.com/2013/11/analisa-ragam-budaya.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar