RAGAM BUDAYA
·
RAGAM
LISAN
Tradisi
Lisan: Budaya yang Dipinggirkan
--
Ester Lince Napitupulu
DONGENG, bukan sekadar pengantar tidur. Di sebagian masyarakat, dongeng atau cerita rakyat sering kali bernilai pendidikan, pesan moral, atau norma bermasyarakat yang harus dipatuhi bersama. Cara penyampaiannya memang sederhana agar mudah dicerna dan bisa dilaksanakan masyarakat.
Di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, misalnya, sudah lama berkembang cerita rakyat tentang gurita dan putri duyung. Cerita atau dongeng ini sangat pas dengan alam lingkungan Wakatobi yang keindahan lautnya sudah tersohor ke seluruh dunia.
Pada dongeng gurita, diceritakan masyarakat boleh memakan gurita berkaki tujuh, tetapi tidak boleh merusak ”rumah” gurita. Jika larangan ini dilanggar, masyarakat akan mengalami bencana hingga anak, cucu, dan turunannya nanti.
Jika dicermati, dongeng ini mengandung makna, masyarakat boleh mengonsumsi gurita, tetapi tidak boleh merusak terumbu karang yang menjadi tempat hidup gurita. Begitulah orang-orang tua dulu mengajarkan perlunya menjaga lingkungan dengan cara yang sederhana. Berkat dipatuhinya cerita ini, terumbu karang di Wakatobi hingga sekarang masih terpelihara dengan baik.
Begitu pula dengan dongeng putri duyung. Diceritakan, ada seorang ibu yang saking cinta kepada anaknya, dia memberikan ikan yang semestinya untuk hidangan suaminya yang kikir. Untuk mencari ikan pengganti, ibu itu mengarungi laut sehingga tubuhnya bersisik dan menjadi putri duyung. Meski duyung berbeda dengan lumba-lumba, masyarakat Wakatobi hingga sekarang tidak berani berburu lumba-lumba yang diyakini perwujudan kasih sayang ibu.
·
RAGAM
TULISAN
Mewariskan Budaya Lewat Tulisan
Oleh: R.S. Kurnia
Bagaimana Anda dapat mengetahui berbagai peristiwa yang
terjadi bertahun-tahun lalu atau ratusan tahun lampau? Buku sejarah mungkin
menjadi jawaban Anda. Tidak salah memang karena buku-buku sejarah banyak
mengisahkan apa yang terjadi, jauh sebelum zaman informasi ini. Belum lagi
revolusi mesin cetak dan internet yang memungkinkan informasi masa lalu terekam
dengan baik.
Meski literatur saat ini bisa dibilang komplit dan
beragam, sejarah masa lalu umat manusia tidak seketika itu juga dihadirkan
lewat buku-buku maupun perangkat digital yang saat ini tersedia. Sebab budaya
tulisan bukanlah budaya manusia yang tertua. Sebaliknya, budaya lisan jauh
lebih tua daripada budaya tulisan. Kelompok-kelompok masyarakat tertentu bahkan
masih mempertahankan budaya lisan ini.
Artikel Terkait
Sebelum era tulisan, pengalihan tradisi dari generasi ke
generasi dilakukan secara lisan. Para leluhur akan bertutur kepada
anak-cucunya, menyampaikan kisah-kisah moral, termasuk berbagai pengajaran.
Metode ini masih bisa ditemukan pada sejumlah suku bangsa.
Hanya saja, metode lisan memiliki sejumlah kelemahan.
Kelemahan yang utama ialah tidak banyak orang yang bisa mengingat apa yang
disampaikan pendahulunya setepat yang dikemukakan padanya. Sedikit banyak,
tentu ada saja yang tidak tersampaikan. Belum lagi kemungkinan untuk menambah
maupun mengurangi secara sadar cukup terbuka.
Meski demikian, manusia tidak langsung mengenal sistem
tulisan dengan alfabet seperti kita saat ini. Sebelumnya, dikenal piktogram,
yaitu aksara berupa gambar untuk mengungkapkan amanat tertentu. Tradisi ini
sangat tua usianya. Masa-masa awal penggunaan piktogram ini diperkirakan di
Mesopotamia oleh bangsa Sumeria Kuno.
Manusia diperkirakan mulai memasuki masa aksara sekitar
3000 SM. Aksara pertama disebut-sebut pertama kali melalui tiga kebudayaan
besar: bangsa Sumeria di Mesopotamia dengan huruf pakunya, masyarakat lembah
Sungai Nil di Mesir dengan hieroglifnya, dan masyarakat Han di lembah Sungai
Kuning dengan aksara han (Kridalaksana dan Sutami 2005).
Revolusi tulisan baru terjadi ketika Gutenberg menemukan
mesin cetak di Eropa. Buku-buku yang dulunya memerlukan waktu bertahun-tahun
untuk menyalinnya, kini dapat dihadirkan dengan lebih cepat. Sampai Martin
Luther pun menyebutkan bahwa mesin cetak merupakan salah satu anugerah terbesar
Tuhan selain keselamatan (Pranata 2002). Hal ini tentu memungkinkan penyebaran
literatur dengan lebih cepat. Teknologi saat ini malah telah memungkinkan
dihasilkannya ribuan eksemplar dalam waktu yang lebih singkat.
·
RAGAM
SOSIAL
Keragaman Sosial Budaya Masyarakat lndonesia
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan atau moto
bangsa Indonesia yang terdapat dalam lambang negara "Burung Garuda".
Istilah tersebut diambil dari buku Sutasorna, karangan Mpu Tantular yang
ditulis dalam bahasa Sanskrit. Bhinneka Tunggal lka menunjukkan bahwa bangsa
indonesia adalah bangsa yang heterogen, yaitu bangsa yang mempunyai
keanekaragaman, baik dalam aspek agama budaya, maupun ras dan suku bangsa.
Kebhinnekaan yang ada pada diri bangsa Indonesia
merupakan potensi sekaligus tantangan. Kebhinnekaan sebagai potensi dalam arti
telah terbukti secara nyata dapat menjadi perekat atau patri bagi bangsa
Indonesia sejak awal-awal kemerdekaan bahkan sejak tumbuhnya kesadaran
kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu pada tahun 1908 dalam melawan dan
mengisi serta mempertahankan kemerdekaan bangsa.
Sejarah perjalanan bangsa Indonesia telah
membuktikan, bahwa jauh sebelum tahun 1908 perjuangan bangsa Indonesia selalu
dapat dipatahkan oleh pemerintahan kolonial, di mana salah satu penyebabnya
karena bangsa Indonesia berjuang masih untuk kepentingan daerah atau wilayahnya
masing - masing sehingga amat mudah untuk diterapkannya politik devide
et impera oleh pemerintahan kolonial.
Pada tahun 1908 telah dirintis perjuangan yang bersifat
nasional, yaitu dipelopori oleh Dr, Wahidin Sudirohusodo dengan mendirikan
organisasi modern yang diberi nama " Boedi Utomo". Kesadaran
kehidupan berbangsa dan bernegara makin nampak, dengan dicetuskannya Ikrar
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada waktu itu seluruh pemuda dari
berbagai kesatuan aksi, seperti Jong Java; Jong Sumatra Bond; Jong Celebes dan
sebagainya mengikrarkan diri dalam satu sumpah yang disebut Sumpah pemuda,
yaitu hanya akan menjunjung tinggi, Satu Tanah Air; Satu Bangsa dan Satu Bahasa
Indonesia "Pada saat yang bersamaan untuk pertama kalinya dinyanyikan lagu
"lndonesia Raya" ciptaan W.R. Supratman.
Semangat sumpah pemuda menjadi inspirasi tersendiri
bagi bangsa indonesia untuk terus berjuang dalam upaya merebut kembali
kemerdekaan bangsa usaha ini ternyata tidak sia-sia karena berkat usaha keras
dan berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945
bangsa indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya. Proklamasi juga
merupakan ikrar seluruh bangsa indonesia untuk bersatu dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
·
RAGAM FUNGSIONAL
Ragam fungsional
kadang-kadang disebut ragam profesional adalah ragam bahasa yang dikaitkan
dengan profesi lembaga lingkungan kerja atau kegiatan tertentu lainnya.
·
RAGAM JURNALIS
Bahasa IndonesiaJurnalistik adalah salah
satu ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa Indonesia jurnalistik harus
memperhatikan hal-hal berikut ini: (a) sederhana, (b) ringkas, (c) padat, (d)
lugas, dan (e) menarik. Dengan kata lain bahasa Indonesia jurnalistik
diutamakan ekonomis, tepat makna, dan menarik perhatian pembaca.
sumber :
http://cabiklunik.blogspot.com/2008/12/tradisi-lisan-budaya-yang-dipinggirkan.html
http://pelitaku.sabda.org/mewariskan_budaya_lewat_tulisan
http://suyitno56596596.blogspot.com/2012/10/keragaman-sosial-budaya-masyarakat_23.html
http://nadianudnoviani.blogspot.com/2013/11/analisa-ragam-budaya.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar