Bismillahirahmannirrahim.
Dalam tugas softskill saya selanjutnya sayang akan membahas tentang ketergantungan terhadap teknologi, untuk referensi saya menonton film wall-e dan saya menjabarkan definisi dari bebarapa situs. Dan untuk memperkuat judul yang akan saya paparkan saya juga menampilkan data-data yang telah tercantum di internet.
Saya akan mulai dengan teknologi menurut saya. Teknologi adalah alat yang memanjakan kita dalam berbagai macam hal. Oleh karena itu teknologi berkaitan erat dengan ketergantungan, sebelum menjadi ketergantungan mulanya kita tanpa terasa akan kecanduan, sampai parahnya kita akan lumpuh karena itu. Teknologi membatu kita dalam berbahai macam hal, bahkan hak sepelepun tidak harus kita lakukan sendiri, oleh karena itu teknologi menjadi sebuah anak kesayangan.
Dan inilah beberapa panjabaran dari beberapa situs yang saya dapat mengenaik ketergantungan terknologi :
Istilah Kecanduan? dan ketergantungan? sering digunakan secara bergantian. Para American Psychiatric Association s Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders, 4 Ed. (DSM-IV-TR) menggunakan istilah ketergantungan? untuk merujuk ke cluster tanda dan Gejala yang bergabung untuk menghasilkan masalah narkoba dan alkohol dibahas dalam kursus ini. Dalam upaya untuk tiba di konsistensi, kita akan menggunakan bahasa yang diadopsi oleh American Academy of Pain Medicine, American Pain Society, dan American Society of Medicine Kecanduan.
I. Kecanduan
Kecanduan adalah primer, kronis, penyakit neurobiologic, dengan faktor genetik, psikososial, dan lingkungan mempengaruhi perkembangan dan manifestasi. Hal ini ditandai oleh perilaku yang mencakup satu atau lebih hal berikut: gangguan kontrol atas penggunaan narkoba, penggunaan kompulsif, terus menggunakan meskipun keinginan bahaya, dan.
II. Ketergantungan Fisik
Ketergantungan fisik adalah keadaan adaptasi yang dimanifestasikan oleh sindrom Penarikan obat kelas tertentu yang dapat diproduksi oleh penghentian mendadak, pengurangan dosis yang cepat, mengurangi tingkat obat dalam darah, dan / atau administrasi antagonis.
Kehidupan manusia kini sulit rasanya dilepaskan dari perangkat teknologi. Apalagi bagi remaja, teknologi seakan membuat mereka semakin kecanduan.
Sebuah studi yang digelar Kaisar Foundation, sebuah organisasi non-profit di Amerika Serikat yang kegiatannya fokus pada masalah kesehatan, menemukan bahwa anak muda yang menghabiskan waktu dengan media hiburan telah meningkat jumlahnya secara drastis. Hampir sebagian besar waktu mereka dihabiskan untuk mengakses teknologi.
Survei ini digelar pada Oktober 2008 hingga Mei 2009, dengan melibatkan 2.000 pelajar kelas 3 SD hingga 3 SMA (kelas 12), berusia 8-18 tahun.
Dari studi ini terungkap bahwa anak-anak dan remaja berusia 8-18 tahun menghabiskan rata-rata 7,5 jam (lebih dari 53 jam seminggu) waktu mereka untuk mengakses media hiburan di hari-hari biasa seperti ponsel, komputer, televisi dan perangkat teknologi lainnya. Uniknya, sebagian besar remaja ternyata menggunakan lebih dari satu perangkat dalam waktu bersamaan alias multitasking. Misalnya, ketika mendengarkan musik mereka sambil mengisi waktu dengan berselancar di internet.
Padahal ketika lima tahun lalu, saat studi ini digagas, para anak dan remaja ini kira-kira hanya menghabiskan waktu satu jam setiap harinya untuk mengulik perangkat elektroniknya tersebut.
Dr. Michael Rich, Direktur dari Center on Media & Child Health mengatakan, sulit rasanya mengubah kebiasaan para anak-anak ini yang telah bergantung dengan kecanggihan teknologi. Ketergantungannya jika dianalogikan sudah seperti udara yang mereka hirup, air yang mereka minum, dan makanan yang mereka asup.
Untuk itulah, dibutuhkan peran serta orang tua untuk tetap mengontrol aktivitas anak mereka di dunia virtual. Sebab jika dibiarkan, ancaman kesehatan seperti obesitas (kelebihan berat badan) bisa saja menerpa anak-anak akibat kurangnya beraktivitas yang melibatkan fisik. Namun perlu diingat, jangan melarang anak untuk mengakses teknologi karena tidak semuanya teknologi berdampak negatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan misalnya dengan membuat kesepakatan terkait waktu-waktu yang diperbolehkan untuk mengakses perangkat teknologi tersebut.
Sumber : Examiner, 17 Februari 2010
Ketergantungan Terhadap Teknologi
http://id.wikipedia.org/wiki/Jaringan_komputer
Di era Facebook dan Twitter saat ini, permintaan yang instan sudah merupakan suatu keharusan yang disediakan perusahaan dan instansi-instansi yang berhubungan langsung dengan konsumen. Tingkat respon pelayanan terhadap konsumen sangat diperhatikan dan karena nila setitik, rusak susu sebelanga, ketika semua orang dapat meluapkan segala kekesalannya, dari melalui fasilitas narsis mereka hingga e-mail ke media informasi baik elektronik maupun cetak.
Peran teknologi sangat mempengaruhi keputusan manajemen suatu instansi untuk mencari solusi terbaik yang diharapkan oleh konsumen dan sesuai dengan teknologi keamanan terkini. Sebagai contoh BCA dengan Internet Banking KlikBCA yang membuat versi ringan khusus untuk ponsel pintar. Dengan banyak berkembangnya teknologi Blackberry, mereka memutuskan untuk memberikan layanan bagi pemiliki ponsel pintar tersebut, sehingga mudah digunakan pada alat yang seukuran dengan telapak tangan kita. Terlepas dari kontroversi, fitur ini sangat membantu para nasabah untuk melakukan transaksi hampir dimana saja. Hanya sedikit ketidaknyamanan yaitu harus selalu membawa token (KeyBCA) agar bisa melanjutkan transaksi. Tentu saja token ini sebagai parameter keamanan yang memastikan bahwa pelaku transaksi adalah pemilik rekening yang sesungguhnya. Dari hal ini terlihat bahwa kenyamanan berbanding terbalik dengan keamanan. Semakin aman suatu system maka, semakin tidak nyaman pengalaman yang dialami.
Transaksi E-Commerce
Transaksi Internet saat ini tidak lagi didominasi oleh perusahaan-perusahaan di luar negeri seperti Amerika Serikat. Selain kemajuan teknologi, kepercayaan masyarakat Indonesia untuk transaksi melalui internet sekarang semakin meningkat sangat tajam. Hampir seluruh penerbangan lokal Indonesia sudah menggunakan online ticketing yang sangat mempersingkat proses konvensional seperti booking melalui agen penerbangan.
Lebih lagi pada transaksi e-commerce, seluruh pembayaran sudah dilakukan di muka (pre-paid) dan tidak lagi COD (Cash On Delivery), tidak perlu harus mempersiapkan dana yang cukup untuk membayar layanan-antar secara tunai. Semua ini bisa dilakukan karena adanya layanan gerbang pembayaran atau di sebut Internet Payment Gateway (IPG). Semakin maraknya IPG di Indonesia membuat persaingan transaksi e-commerce lebih semarak. Tidak hanya perusahaan-perusahaan berusaha mendapatkan hati konsumen dengan kemudahan pembayaran, komunitas-komunitas besar pun sudah melihat manfaat pembayaran online ini untuk anggota mereka yang besar. Contohnya adalah Kaskus dengan KasPay mereka yang menggunakan bisnis model e-wallet.
Keterbatasan
Terlihat dari perkembangan Internet dan alat pintar memberikan kebebasan yang seluas-luasnya bagi konsumen yang ditunjang dengan berbagai fasilitas-fasilitas yang “memanjakan” mereka. Semakin dimanjakan, akan semakin tinggi tingkat pengharapan para konsumen ini terhadap layanan yang diberikan. Hanya saja layanan yang terbaik sekalipun masih merupakan buatan manusia yang tidak lepas dari kesalahan dan kondisi-kondisi yang tidak memadai.
Kebiasaan konsumen yang sering dimudahkan dalam pembelian tiket penerbangan yang mudah dan cepat, dapat berdampak buruk jika layanan tidak ditunjang dengan infrastruktur yang baik. Misalkan, kondisi system server penerbangan tentu lebih berat bekerja pada musim libur ketika permintaan tiket penerbangan, terutama ke kota-kota wisata akan membludag. Tanpa system yang baik, tiket penerbangan ini bisa jadi tidak terbentuk dengan dana kartu kredit yang sudah terpotong. Terlepas dari penyelesaian permasalahan setelahnya, rasa kenyamanan bertransaksi pada konsumen tersebut saat itu sempat jatuh. Rasa ketidakpastian akan sesuatu dirasakan sangat tidak nyaman. Tiket tidak dapat dan dana sudah dipotong. Banyak masalah lainnya yang dapat membuat system tidak berjalan semestinya.
Tidak hanya tiket penerbangan, saya sendiri mengalami hal yang serupa. Harapan bahwa seluruh teknologi informasi sudah diterapkan sepenuhnya dinegara ini, kandas. Pembayaran pada ATM (Anjungan Di era Facebook dan Twitter saat ini, permintaan yang instan sudah merupakan suatu keharusan yang disediakan perusahaan dan instansi-instansi yang berhubungan langsung dengan konsumen. Tingkat respon pelayanan terhadap konsumen sangat diperhatikan dan karena nila setitik, rusak susu sebelanga, ketika semua orang dapat meluapkan segala kekesalannya, dari melalui fasilitas narsis mereka hingga e-mail ke media informasi baik elektronik maupun cetak.
Peran teknologi sangat mempengaruhi keputusan manajemen suatu instansi untuk mencari solusi terbaik yang diharapkan oleh konsumen dan sesuai dengan teknologi keamanan terkini. Sebagai contoh BCA dengan Internet Banking KlikBCA yang membuat versi ringan khusus untuk ponsel pintar. Dengan banyak berkembangnya teknologi Blackberry, mereka memutuskan untuk memberikan layanan bagi pemiliki ponsel pintar tersebut, sehingga mudah digunakan pada alat yang seukuran dengan telapak tangan kita. Terlepas dari kontroversi, fitur ini sangat membantu para nasabah untuk melakukan transaksi hampir dimana saja. Hanya sedikit ketidaknyamanan yaitu harus selalu membawa token (KeyBCA) agar bisa melanjutkan transaksi. Tentu saja token ini sebagai parameter keamanan yang memastikan bahwa pelaku transaksi adalah pemilik rekening yang sesungguhnya. Dari hal ini terlihat bahwa kenyamanan berbanding terbalik dengan keamanan. Semakin aman suatu system maka, semakin tidak nyaman pengalaman yang dialami.
Transaksi E-Commerce
Transaksi Internet saat ini tidak lagi didominasi oleh perusahaan-perusahaan di luar negeri seperti Amerika Serikat. Selain kemajuan teknologi, kepercayaan masyarakat Indonesia untuk transaksi melalui internet sekarang semakin meningkat sangat tajam. Hampir seluruh penerbangan lokal Indonesia sudah menggunakan online ticketing yang sangat mempersingkat proses konvensional seperti booking melalui agen penerbangan.
Lebih lagi pada transaksi e-commerce, seluruh pembayaran sudah dilakukan di muka (pre-paid) dan tidak lagi COD (Cash On Delivery), tidak perlu harus mempersiapkan dana yang cukup untuk membayar layanan-antar secara tunai. Semua ini bisa dilakukan karena adanya layanan gerbang pembayaran atau di sebut Internet Payment Gateway (IPG). Semakin maraknya IPG di Indonesia membuat persaingan transaksi e-commerce lebih semarak. Tidak hanya perusahaan-perusahaan berusaha mendapatkan hati konsumen dengan kemudahan pembayaran, komunitas-komunitas besar pun sudah melihat manfaat pembayaran online ini untuk anggota mereka yang besar. Contohnya adalah Kaskus dengan KasPay mereka yang menggunakan bisnis model e-wallet.
Keterbatasan
Terlihat dari perkembangan Internet dan alat pintar memberikan kebebasan yang seluas-luasnya bagi konsumen yang ditunjang dengan berbagai fasilitas-fasilitas yang “memanjakan” mereka. Semakin dimanjakan, akan semakin tinggi tingkat pengharapan para konsumen ini terhadap layanan yang diberikan. Hanya saja layanan yang terbaik sekalipun masih merupakan buatan manusia yang tidak lepas dari kesalahan dan kondisi-kondisi yang tidak memadai.
Kebiasaan konsumen yang sering dimudahkan dalam pembelian tiket penerbangan yang mudah dan cepat, dapat berdampak buruk jika layanan tidak ditunjang dengan infrastruktur yang baik. Misalkan, kondisi system server penerbangan tentu lebih berat bekerja pada musim libur ketika permintaan tiket penerbangan, terutama ke kota-kota wisata akan membludag. Tanpa system yang baik, tiket penerbangan ini bisa jadi tidak terbentuk dengan dana kartu kredit yang sudah terpotong. Terlepas dari penyelesaian permasalahan setelahnya, rasa kenyamanan bertransaksi pada konsumen tersebut saat itu sempat jatuh. Rasa ketidakpastian akan sesuatu dirasakan sangat tidak nyaman. Tiket tidak dapat dan dana sudah dipotong. Banyak masalah lainnya yang dapat membuat system tidak berjalan semestinya.
Tidak hanya tiket penerbangan, saya sendiri mengalami hal yang serupa. Harapan bahwa seluruh teknologi informasi sudah diterapkan sepenuhnya dinegara ini, kandas. Pembayaran pada ATM (Anjungan Di era Facebook dan Twitter saat ini, permintaan yang instan sudah merupakan suatu keharusan yang disediakan perusahaan dan instansi-instansi yang berhubungan langsung dengan konsumen. Tingkat respon pelayanan terhadap konsumen sangat diperhatikan dan karena nila setitik, rusak susu sebelanga, ketika semua orang dapat meluapkan segala kekesalannya, dari melalui fasilitas narsis mereka hingga e-mail ke media informasi baik elektronik maupun cetak.
Peran teknologi sangat mempengaruhi keputusan manajemen suatu instansi untuk mencari solusi terbaik yang diharapkan oleh konsumen dan sesuai dengan teknologi keamanan terkini. Sebagai contoh BCA dengan Internet Banking KlikBCA yang membuat versi ringan khusus untuk ponsel pintar. Dengan banyak berkembangnya teknologi Blackberry, mereka memutuskan untuk memberikan layanan bagi pemiliki ponsel pintar tersebut, sehingga mudah digunakan pada alat yang seukuran dengan telapak tangan kita. Terlepas dari kontroversi, fitur ini sangat membantu para nasabah untuk melakukan transaksi hampir dimana saja. Hanya sedikit ketidaknyamanan yaitu harus selalu membawa token (KeyBCA) agar bisa melanjutkan transaksi. Tentu saja token ini sebagai parameter keamanan yang memastikan bahwa pelaku transaksi adalah pemilik rekening yang sesungguhnya. Dari hal ini terlihat bahwa kenyamanan berbanding terbalik dengan keamanan. Semakin aman suatu system maka, semakin tidak nyaman pengalaman yang dialami.
Transaksi E-Commerce
Transaksi Internet saat ini tidak lagi didominasi oleh perusahaan-perusahaan di luar negeri seperti Amerika Serikat. Selain kemajuan teknologi, kepercayaan masyarakat Indonesia untuk transaksi melalui internet sekarang semakin meningkat sangat tajam. Hampir seluruh penerbangan lokal Indonesia sudah menggunakan online ticketing yang sangat mempersingkat proses konvensional seperti booking melalui agen penerbangan…………………………………
Lebih lagi pada transaksi e-commerce, seluruh pembayaran sudah dilakukan di muka (pre-paid) dan tidak lagi COD (Cash On Delivery), tidak perlu harus mempersiapkan dana yang cukup untuk membayar layanan-antar secara tunai. Semua ini bisa dilakukan karena adanya layanan gerbang pembayaran atau di sebut Internet Payment Gateway (IPG). Semakin maraknya IPG di Indonesia membuat persaingan transaksi e-commerce lebih semarak. Tidak hanya perusahaan-perusahaan berusaha mendapatkan hati konsumen dengan kemudahan pembayaran, komunitas-komunitas besar pun sudah melihat manfaat pembayaran online ini untuk anggota mereka yang besar. Contohnya adalah Kaskus dengan KasPay mereka yang menggunakan bisnis model e-wallet.
Lebih lagi pada transaksi e-commerce, seluruh pembayaran sudah dilakukan di muka (pre-paid) dan tidak lagi COD (Cash On Delivery), tidak perlu harus mempersiapkan dana yang cukup untuk membayar layanan-antar secara tunai. Semua ini bisa dilakukan karena adanya layanan gerbang pembayaran atau di sebut Internet Payment Gateway (IPG). Semakin maraknya IPG di Indonesia membuat persaingan transaksi e-commerce lebih semarak. Tidak hanya perusahaan-perusahaan berusaha mendapatkan hati konsumen dengan kemudahan pembayaran, komunitas-komunitas besar pun sudah melihat manfaat pembayaran online ini untuk anggota mereka yang besar. Contohnya adalah Kaskus dengan KasPay mereka yang menggunakan bisnis model e-wallet.
Keterbatasan
Terlihat dari perkembangan Internet dan alat pintar memberikan kebebasan yang seluas-luasnya bagi konsumen yang ditunjang dengan berbagai fasilitas-fasilitas yang “memanjakan” mereka. Semakin dimanjakan, akan semakin tinggi tingkat pengharapan para konsumen ini terhadap layanan yang diberikan. Hanya saja layanan yang terbaik sekalipun masih merupakan buatan manusia yang tidak lepas dari kesalahan dan kondisi-kondisi yang tidak memadai.
Kebiasaan konsumen yang sering dimudahkan dalam pembelian tiket penerbangan yang mudah dan cepat, dapat berdampak buruk jika layanan tidak ditunjang dengan infrastruktur yang baik. Misalkan, kondisi system server penerbangan tentu lebih berat bekerja pada musim libur ketika permintaan tiket penerbangan, terutama ke kota-kota wisata akan membludag. Tanpa system yang baik, tiket penerbangan ini bisa jadi tidak terbentuk dengan dana kartu kredit yang sudah terpotong. Terlepas dari penyelesaian permasalahan setelahnya, rasa kenyamanan bertransaksi pada konsumen tersebut saat itu sempat jatuh. Rasa ketidakpastian akan sesuatu dirasakan sangat tidak nyaman. Tiket tidak dapat dan dana sudah dipotong. Banyak masalah lainnya yang dapat membuat system tidak berjalan semestinya……………………………………………………….
Tidak hanya tiket penerbangan, saya sendiri mengalami hal yang serupa. Harapan bahwa seluruh teknologi informasi sudah diterapkan sepenuhnya dinegara ini, kandas. Pembayaran pada ATM (Anjungan Tunai Mandiri) untuk tagihan-tagihan seperti PLN, PAM, Telepon dan kartu kredit yang sering digemborkan bahwa terkoneksi online dengan pihak-pihak tersebut, beberapa bank swasta tidak terbukti demikian. Ketika saya telah membayar tagihan kartu kredit menggunakan ATM suatu bank swasta dengan inisial D, pihak kartu kredit masih menanyakan tagihan tersebut kepada saya hingga 3 hari berturut-turut. Hal ini tentu tidak hanya mengganggu saya namun orang lain pun yang memiliki kondisi seperti saya merasa integritasnya telah di rusak, seperti tidak dipercaya bahwa sudah melakukan pembayaran…………………………………………
Setelah saya investigasi sendiri, ternyata tidak semua bank memiliki hubungan langsung secara teknis kepada pihak billers seperti PLN, Telepon, PAM, Layanan TV, Kartu kredit, dll yang dapat memberikan response real-time atau saat itu juga ketika terjadi pembayaran. Data pembayaran masih ditampung di bank tersebut kemudian setelah proses 2-3 hari kerja, baru diberikan ke para billers. Bank yang melakukan pembayaran seperti ini, tentu masih menggunakan teknologi pembayaran 90an. Tidak dipungkiri bahwa kesalahan tidak hanya pada teknologi bank tersebut namun juga pada saya karena melakukan pembayaran diakhir masa tenggang, dengan asumsi bahwa semua teknologi bank swasta dalam pembayaran sama.
Sebagai konsumen yang juga hidup pada era serba cepat ini, saya juga terlena akan teknologi yang maju ini. Harapan suatu yang instan, bisa sangat membuat frustrasi jika tidak sesuai dengan kenyataan. Inti dari tulisan ini adalah bahwa perlu perhatian khusus untuk teknologi yang Anda gunakan. Pastikan janji perusahaan/instansi memang sesuai dengan harapan Anda. Dan selalu tetap berpandangan bahwa teknologi tercanggih masih merupakan buatan manusia dan akan selalu berkembang menuju kesempuraan. Jadikan teknologi hanya menjadi alat bantu, bukan suatu inti dari kehidupan kita. Jangan menjadi ketergantungan terhadap teknologi.
Kebiasaan konsumen yang sering dimudahkan dalam pembelian tiket penerbangan yang mudah dan cepat, dapat berdampak buruk jika layanan tidak ditunjang dengan infrastruktur yang baik. Misalkan, kondisi system server penerbangan tentu lebih berat bekerja pada musim libur ketika permintaan tiket penerbangan, terutama ke kota-kota wisata akan membludag. Tanpa system yang baik, tiket penerbangan ini bisa jadi tidak terbentuk dengan dana kartu kredit yang sudah terpotong. Terlepas dari penyelesaian permasalahan setelahnya, rasa kenyamanan bertransaksi pada konsumen tersebut saat itu sempat jatuh. Rasa ketidakpastian akan sesuatu dirasakan sangat tidak nyaman. Tiket tidak dapat dan dana sudah dipotong. Banyak masalah lainnya yang dapat membuat system tidak berjalan semestinya……………………………………………………….
Tidak hanya tiket penerbangan, saya sendiri mengalami hal yang serupa. Harapan bahwa seluruh teknologi informasi sudah diterapkan sepenuhnya dinegara ini, kandas. Pembayaran pada ATM (Anjungan Tunai Mandiri) untuk tagihan-tagihan seperti PLN, PAM, Telepon dan kartu kredit yang sering digemborkan bahwa terkoneksi online dengan pihak-pihak tersebut, beberapa bank swasta tidak terbukti demikian. Ketika saya telah membayar tagihan kartu kredit menggunakan ATM suatu bank swasta dengan inisial D, pihak kartu kredit masih menanyakan tagihan tersebut kepada saya hingga 3 hari berturut-turut. Hal ini tentu tidak hanya mengganggu saya namun orang lain pun yang memiliki kondisi seperti saya merasa integritasnya telah di rusak, seperti tidak dipercaya bahwa sudah melakukan pembayaran…………………………………………
Setelah saya investigasi sendiri, ternyata tidak semua bank memiliki hubungan langsung secara teknis kepada pihak billers seperti PLN, Telepon, PAM, Layanan TV, Kartu kredit, dll yang dapat memberikan response real-time atau saat itu juga ketika terjadi pembayaran. Data pembayaran masih ditampung di bank tersebut kemudian setelah proses 2-3 hari kerja, baru diberikan ke para billers. Bank yang melakukan pembayaran seperti ini, tentu masih menggunakan teknologi pembayaran 90an. Tidak dipungkiri bahwa kesalahan tidak hanya pada teknologi bank tersebut namun juga pada saya karena melakukan pembayaran diakhir masa tenggang, dengan asumsi bahwa semua teknologi bank swasta dalam pembayaran sama.
Sebagai konsumen yang juga hidup pada era serba cepat ini, saya juga terlena akan teknologi yang maju ini. Harapan suatu yang instan, bisa sangat membuat frustrasi jika tidak sesuai dengan kenyataan. Inti dari tulisan ini adalah bahwa perlu perhatian khusus untuk teknologi yang Anda gunakan. Pastikan janji perusahaan/instansi memang sesuai dengan harapan Anda. Dan selalu tetap berpandangan bahwa teknologi tercanggih masih merupakan buatan manusia dan akan selalu berkembang menuju kesempuraan. Jadikan teknologi hanya menjadi alat bantu, bukan suatu inti dari kehidupan kita. Jangan menjadi ketergantungan terhadap teknologi.
Jaringan komputer (jaringan) adalah sebuah sistem yang terdiri atas komputer-komputer yang didesain untuk dapat berbagi sumber daya (printer, CPU), berkomunikasi (surel, pesan instan), dan dapat mengakses informasi(peramban web).[1] Tujuan dari jaringan komputer adalah[1]
Agar dapat mencapai tujuannya, setiap bagian dari jaringan komputer dapat meminta dan memberikan layanan (service).[1] Pihak yang meminta/menerima layanan disebut klien (client) dan yang memberikan/mengirim layanan disebut peladen (server).[1] Desain ini disebut dengan sistem client-server, dan digunakan pada hampir seluruh aplikasi jaringan komputer.[1]
Dua buah komputer yang masing-masing memiliki sebuah kartu jaringan, kemudian dihubungkan melalui kabel maupun nirkabel sebagai medium transmisi data, dan terdapat perangkat lunak sistem operasi jaringan akan membentuk sebuah jaringan komputer yang sederhana.[2]: Apabila ingin membuat jaringan komputer yang lebih luas lagi jangkauannya, maka diperlukan peralatan tambahan seperti Hub, Bridge, Switch, Router, Gateway sebagai peralatan interkoneksinya.[2]
|
Sejarah
ini model Distributed Processing
Sejarah jaringan komputer bermula dari lahirnya konsep jaringan komputer pada tahun 1940-an di Amerika yang digagas oleh sebuah proyek pengembangan komputer MODEL I di laboratorium Bell dan group riset Universitas Harvard yang dipimpin profesor Howard Aiken.[3] Pada mulanya proyek tersebut hanyalah ingin memanfaatkan sebuah perangkat komputer yang harus dipakai bersama.[3] Untuk mengerjakan beberapa proses tanpa banyak membuang waktu kosong dibuatlah proses beruntun (Batch Processing), sehingga beberapa program bisa dijalankan dalam sebuah komputer dengan kaidah antrian.[3]
Kemudian ditahun 1950-an ketika jenis komputer mulai berkembang sampai terciptanya super komputer, maka sebuah komputer harus melayani beberapa tempat yang tersedia (terminal), untuk itu ditemukan konsep distribusi proses berdasarkan waktu yang dikenal dengan nama TSS (Time Sharing System).[4] Maka untuk pertama kalinya bentuk jaringan (network) komputer diaplikasikan.[4] Pada sistem TSS beberapa terminal terhubung secara seri ke sebuah komputer atau perangkat lainnya yang terhubung dalam suatu jaringan (host) komputer.[4] Dalam proses TSS mulai terlihat perpaduan teknologi komputer dan teknologi telekomunikasi yang pada awalnya berkembang sendiri-sendiri.[4] Departemen Pertahanan Amerika, U.S. Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) memutuskan untuk mengadakan riset yang bertujuan untuk menghubungkan sejumlah komputer sehingga membentuk jaringan organik di tahun 1969.[5] Program riset ini dikenal dengan nama ARPANET.[5] Di tahun 1970, sudah lebih dari 10 komputer yang berhasil dihubungkan satu sama lain sehingga mereka bisa saling berkomunikasi dan membentuk sebuah jaringan.[5] Dan di tahun 1970 itu juga setelah beban pekerjaan bertambah banyak dan harga perangkat komputer besar mulai terasa sangat mahal, maka mulailah digunakan konsep proses distribusi (Distributed Processing).[3] Dalam proses ini beberapa host komputer mengerjakan sebuah pekerjaan besar secara paralel untuk melayani beberapa terminal yang tersambung secara seri disetiap host komputer.[3] Dalam proses distribusi sudah mutlak diperlukan perpaduan yang mendalam antara teknologi komputer dan telekomunikasi, karena selain proses yang harus didistribusikan, semua host komputer wajib melayani terminal-terminalnya dalam satu perintah dari komputer pusat.[3]
Ini adalah Model Time Sharing System (TSS)
Di tahun 1972, Roy Tomlinson berhasil menyempurnakan program surat elektonik (email) yang dibuatnya setahun yang lalu untuk ARPANET.[5] Program tersebut begitu mudah untuk digunakan, sehingga langsung menjadi populer.[5] Pada tahun yang sama yaitu tahun 1972, ikon at (@) juga diperkenalkan sebagai lambang penting yang menunjukan “at” atau “pada”.[5] Tahun 1973, jaringan komputer ARPANET mulai dikembangkan meluas ke luar Amerika Serikat.[5] Komputer University College di London merupakan komputer pertama yang ada di luar Amerika yang menjadi anggota jaringan Arpanet.[5] Pada tahun yang sama yaitu tahun 1973, dua orang ahli komputer yakni Vinton Cerf dan Bob Kahn mempresentasikan sebuah gagasan yang lebih besar, yang menjadi cikal bakal pemikiran International Network (Internet).[5] Ide ini dipresentasikan untuk pertama kalinya di Universitas Sussex.[5] Hari bersejarah berikutnya adalah tanggal 26 Maret 1976, ketika Ratu Inggris berhasil mengirimkan surat elektronik dari Royal Signals and Radar Establishment di Malvern.[5] Setahun kemudian, sudah lebih dari 100 komputer yang bergabung di ARPANET membentuk sebuah jaringan atau network.[5]
Peta logika dari ARPANET
Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, menciptakan newsgroups pertama yang diberi nama USENET (User Network) di tahun 1979.[6] Tahun 1981, France Telecom menciptakan sesuatu hal yang baru dengan meluncurkan telepon televisi pertama, di mana orang bisa saling menelepon yang juga berhubungan dengan video link.[6]
Seiring dengan bertambahnya komputer yang membentuk jaringan, dibutuhkan sebuah protokol resmi yang dapat diakui dan diterima oleh semua jaringan.[6] Untuk itu, pada tahun 1982 dibentuk sebuah Transmission Control Protocol (TCP) atau lebih dikenal dengan sebutan Internet Protocol (IP) yang kita kenal hingga saat ini.[6] Sementara itu, di Eropa muncul sebuah jaringan serupa yang dikenal dengan Europe Network (EUNET) yang meliputi wilayah Belanda, Inggris, Denmark, dan Swedia.[6] Jaringan EUNET ini menyediakan jasa surat elektronik dan newsgroup USENET.[6]
Untuk menyeragamkan alamat di jaringan komputer yang ada, maka pada tahun 1984 diperkenalkan Sistem Penamaan Domain atau domain name system, yang kini kita kenal dengan DNS.[5] Komputer yang tersambung dengan jaringan yang ada sudah melebihi 1000 komputer lebih.[5] Pada 1987, jumlah komputer yang tersambung ke jaringan melonjak 10 kali lipat menjadi 10000 lebih.[5]
Jaringan komputer terus berkembang pada tahun 1988, Jarkko Oikarinen seorang berkebangsaan Finlandia menemukan sekaligus memperkenalkan Internet Relay Chat atau lebih dikenal dengan IRC yang memungkinkan dua orang atau lebih pengguna komputer dapat berinteraksi secara langsung dengan pengiriman pesan (Chatting ).[6] Akibatnya, setahun kemudian jumlah komputer yang saling berhubungan melonjak 10 kali lipat.[6] tak kurang dari 100000 komputer membentuk sebuah jaringan.[6] Pertengahan tahun 1990 merupakan tahun yang paling bersejarah, ketika Tim Berners Lee merancang sebuah programe penyunting dan penjelajah yang dapat menjelajai komputer yang satu dengan yang lainnya dengan membentuk jaringan.[6] Programe inilah yang disebut Waring Wera Wanua atau World Wide Web.[6]
Komputer yang saling tersambung membentuk jaringan sudah melampaui sejuta komputer di tahun 1992.[5] Dan di tahun yang sama muncul istilah surfing (menjelajah).[5] Dan di tahun 1994, situs-situs di internet telah tumbuh menjadi 3000 alamat halaman, dan untuk pertama kalinya berbelanja melalui internet atau virtual-shopping atau e-retail muncul di situs.[5] Di tahun yang sama Yahoo! didirikan, yang juga sekaligus tahun kelahiran Netscape Navigator 1.0.[5]
Klasifikasi
Contoh model jaringan Klien-Server
Klasifikasi jaringan komputer terbagi menjadi :
- Berdasarkan geografisnya, jaringan komputer terbagi menjadi Jaringan wilayah lokal atau Local Area Network (LAN), Jaringan wilayah metropolitan atau Metropolitan Area Network (MAN), dan Jaringan wilayah luas atau Wide Area Network (WAN).[7][8] Jaringan wilayah lokal]] merupakan jaringan milik pribadi di dalam sebuah gedung atau tempat yang berukuran sampai beberapa 1 - 10 kilometer.[7][3] LAN seringkali digunakan untuk menghubungkan komputer-komputer pribadi dan stasiun kerja (workstation) dalam kantor suatu perusahaan atau pabrik-pabrik untuk memakai bersama sumberdaya (misalnya pencetak (printer) dan saling bertukar informasi.[3] Sedangkan Jaringan wilayah metropolitan merupakan perluasan jaringan LAN sehingga mencakup satu kota yang cukup luas, terdiri atas puluhan gedung yang berjarak 10 - 50 kilometer.[8][7] Kabel transmisi yang digunakan adalah kabel serat optik (Coaxial Cable).[8] Jaringan wilayah luas Merupakan jaringan antarkota, antar propinsi, antar negara, bahkan antar benua.[8] Jaraknya bisa mencakup seluruh dunia, misalnya jaringan yang menghubungkan semua bank di Indonesia, atau jaringan yang menghubungkan semua kantor Perwakilan Indonesia di seluruh dunia.[8] Media transmisi utama adalah komunikasi lewat satelit, tetapi banyak yang mengandalkan koneksi serat optik antar negara.[8]
- Berdasarkan fungsi, terbagi menjadi Jaringan Klien-server (Client-server) dan Jaringan Ujung ke ujung (Peer-to-peer).[8] Jaringan klien-server pada ddasaranya ada satu komputer yang disiapkan menjadi peladen (server) dari komputer lainnya yang sebagai klien (client).[8] Semua permintaan layanan sumberdaya dari komputer klien harus dilewatkan ke komputer peladen, komputer peladen ini yang akan mengatur pelayanannya.[8] Apabila komunikasi permintaan layanan sangat sibuk bahkan bisa disiapkan lebih dari satu komputer menjadi peladen, sehingga ada pembagian tugas, misalnya file-server, print-server, database server dan sebagainya.[8] Tentu saja konfigurasi komputer peladen biasanya lebih dari konfigurasi komputer klien baik dari segi kapasitas memori, kapasitas cakram keras {harddisk), maupun kecepatan prosessornya.[8] Sedangkan jaringan ujung ke ujung itu ditunjukkan dengan komputer-komputer saling mendukung, sehingga setiap komputer dapat meminta pemakaian bersama sumberdaya dari komputer lainnya, demikian pula harus siap melayani permintaan dari komputer lainnya.[8] Model jaringan ini biasanya hanya bisa diterapkan pada jumlah komputer yang tidak terlalu banyak, maksimum 25, karena komunikasi akan menjadi rumit dan macet bilamana komputer terlalu banyak.[8]
- Berdasarkan topologi jaringan, jaringan komputer dapat dibedakan atas[3]:
- Berdasarkan distribusi sumber informasi/data
- Jaringan terpusat
Jaringan ini terdiri dari komputer klien dan peladen yang mana komputer klien yang berfungsi sebagai perantara untuk mengakses sumber informasi/data yang berasal dari satu komputer peladen.[9]
- Jaringan terdistribusi
Merupakan perpaduan beberapa jaringan terpusat sehingga terdapat beberapa komputer peladen yang saling berhubungan dengan klien membentuk sistem jaringan tertentu.[9]
- Berdasarkan media transmisi data
Pada jaringan ini, untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer lain diperlukan penghubung berupa kabel jaringan.[9] Kabel jaringan berfungsi dalam mengirim informasi dalam bentuk sinyal listrik antar komputer jaringan.[9]
Merupakan jaringan dengan medium berupa gelombang elektromagnetik.[9] Pada jaringan ini tidak diperlukan kabel untuk menghubungkan antar komputer karena menggunakan gelombang elektromagnetik yang akan mengirimkan sinyal informasi antar komputer jaringan.[9]
PLTN dan Ketergantungan Teknologi
Minggu, 27 Maret 2011 14:38 WIB | 4294 Views
Oleh Dewanti Lestari
Satu PLTN SLovak di Jaslovske Bohunice, Slowakia Barat. (REUTERS/Radovan Stoklasa)
"Semua risiko sebenarnya selalu bisa diatasi dengan teknologi."
Berita Terkait
- Iran bantah bangun instalasi baru nuklir di Isfahan
- Zulkarnain: bersyukur mendapat ilmu nuklir
- Obama desak dunia ratifikasi traktat pelarangan uji coba nuklir
- Obama puji tindakan Indonesia sahkan larangan uji coba nuklir
- Unsur radioaktif ditemukan dalam susu bubuk Meiji
Video
- Presiden : Tak Perlu Panik Radiasi Nuklir
- Pemerintah RI Beri Bantuan ke Jepang
- Pelarangan Uji Coba Nuklir
Jakarta (ANTARA News) - Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) disebut-sebut sebagai ancaman baru dalam membangun kedaulatan karena Indonesia akan semakin mengalami ketergantunga, khususnya terhadap teknologi, sumber daya manusia (SDM), pembiayaan (utang luar negeri) dan bahan baku yang sepenuhnya dikendalikan pihak asing.
Pernyataan tersebut muncul kembali menyusul musibah gempa dan tsunami Jepang 11 Maret 2011, yang mengakibatkan kegagalan sistem pendingin tiga unit reaktor PLTN Fukushima yang memicu ledakan hidrogen dan ancaman tersebarnya radioaktif………………………………..
Pertanyaannya sekarang, apakah benar PLTN yang rencananya pernah ditetapkan dibangun di Semenanjung Muria, Jepara, Jawa Tengah dan rencana berikutnya di Bangka Belitung, membuat Indonesia mengalami ketergantungan terhadap pihak asing?.....................................................
Ketua Dewan Pengawas Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL), Sutaryo Supadi, menegaskan bahwa Indonesia sudah mampu menguasai teknologi PLTN, yang sebenarnya merupakan perluasan dari teknologi PLTU………………………………………………………
Saat persiapan pembangunan reaktor riset Siwabessy berkapasitas 30 MW di Serpong, Banten, pada periode 1970-1980-an Indonesia sudah mengirim sedikitnya 256 pemudanya ke sejumlah negara untuk mempelajari PLTN, ujarnya. ……………………………………………………..
"Bahkan, sebagian mereka yang telah lulus dicangkokkan di berbagai perusahaan besar di sektor energi, seperti Westing House Amerika Serikat. Mereka ikut merancang PLTN-PLTN yang menggunakan teknologi ini. Mestinya kita bangga bahwa kita punya kemampuan," kata Pakar Nuklir ini……………………………………………………………………………………………
Soal ketergantungan teknologi, ia menyatakan, saat ini memang hanya ada beberapa saja pihak yang memiliki teknologi PLTN, yakni Westinghouse dari Amerika Serikat, Areva dari Perancis, Mitsubishi dari Jepang, teknologi dari Kanada, Rusia dan Korea Selatan.
Namun, ia menilai, jika PLTN pertama dibangun di Indonesia, maka bukan berarti negara ini bakal tergantung seterusnya dengan teknologi luar, karena alih teknologi harus menjadi persyaratan.
Ia memberi contoh, Korea Selatan yang ketika pertama kalinya membangun PLTN sangat tergantung pada teknologi Westing House AS, namun ketergantungan tersebut terus turun dari 90 persen menjadi 75 persen lalu sekarang justru menjadi pengekspor teknologi PLTN yang sangat baik ke sejumlah negara di dunia…………………………………………………………..
Sutaryo mengingatkan, di era globalisasi ini tidak mungkin suatu negara tidak memiliki ketergantungan terhadap negara lain, contohnya PLTN di Swedia yang juga mengimpor kondensor PLTN buatan Siemens Cilegon……………………………………………………….
Jangka panjang……………………………………………………………………………………
Sementara itu, anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Dr Herman Agustiawan, menegaskan bahwa semua pihak harus melihat persoalan PLTN dari sisi kebutuhan jangka panjang.
"Yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini adalah listrik yang murah dan yang mampu memberi peluang pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, lapangan pekerjaan dan kesejahteraan," katanya.
PLTN, jelas Herman, adalah solusinya, khususnya di tengah persoalan terbatasnya cadangan energi fosil serta terbatasnya kemampuan energi alternatif seperti air, geothermal, surya dan angin untuk memenuhi kebutuhan industrialisasi. ……………………………………………….
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), tambah dia, sudah sulit diperluas di Jawa karena kondisi sungai yang tak memungkinkan dan risiko sosial yang tinggi terkait pembangunan bendungan dan penggusuran, namun di luar Jawa masih terbuka………………………………………….
Sedangkan, ia menilai, energi alternatif panas bumi dibebani biaya pencarian sumber-sumber serta pengeboran yang terpencar dan sangat mahal karena resiko kegagalannya cukup besar, sehingga investor tidak berminat meski pemerintah telah menaikkan harga pembelian energi ini menjadi 9,3 sen dolar AS per kilo watt jam/hour (kwh)……………………………………..
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), menurut Herman, sangat mahal dengan harga produksi sekitar 50 sen dolar AS per kWh terkait harga panel surya, sehingga hanya cocok di daerah kepulauan yang tidak memiliki jaringan listrik PLN. ……………………………….
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (angin) atau PLTB, dikatakannya, sulit diharapkan, terkait kondisi angin Indonesia yang tidak memadai…………………………………………………..
"Semua energi alternatif ini juga hanya bisa disediakan dengan pembangkit berskala kecil-kecil, misalnya geothermal rata-rata 100 MW, energi matahari dan angin malah jauh lebih kecil lagi misalnya 10 kW. Padahal kita bicara sektor industri dengan kebutuhan pembangkit ribuan MW," katanya.
Menurut Herman, jika Indonesia tidak pernah memulai PLTN, maka tidak akan pernah ada peluang transfer teknologi dan memperbesar kandungan lokal, bahkan untuk membangun PLTN secara mandiri………………………………………………………………………………………
Apalagi, ia menambahkan, sekitar 25 persen dari pembangunan PLTN adalah pembangunan konstruksi yang sudah pasti teknologinya dikuasai oleh bangsa Indonesia dan yang bahan bakunya melimpah di dalam negeri. …………………………………………………………….
Ia juga mengingatkan, jika SDM bangsa Indonesia yang telah dikembangkan selama ini ternyata terus-menerus "idle" (tidak terpakai) maka bisa saja suatu hari nanti mereka akan justru diimpor oleh negara-negara Asean yang saat ini sudah memulainya, seperti Vietnam.
Cadangan uranium………………………………………………………………………………..
Mengenai ketergantungan impor bahan baku uranium dalam operasional PLTN, menurut Herman, tidak perlu dipersoalkan, karena uranium masih merupakan bahan baku yang murah di pasar dunia dibanding jika Indonesia mengayakannya sendiri…………………………………..
"Mengapa harus menjadi hal yang dipermasalahkan, justru cadangan uranium kita itu lebih baik disimpan untuk anak cucu kita kelak. Kan sudah enak ada kesepakatan multilateral yang mengatur soal itu daripada ribet kita harus menambang dan mengayakan sendiri," katanya.
Data Batan menyebut, Indonesia memiliki 53.000 ton cadangan uranium yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku PLTN, yakni sebanyak 29.000 ton di Kalimantan Barat dan 24.000 ton sisanya ada di Bangka Belitung. Papua juga diindikasikan memiliki cadangan uranium yang cukup besar, namun masih diteliti. …………………………………………………
Soal ketergantungan itu, tambah Sutaryo, tak perlu diresahkan karena negara sebesar AS pun mengimpor tujuh juta barel minyak setiap hari dari negara lain…………………………………
Soal ketergantungan sumber pembiayaan investasi PLTN yang dianggap sangat besar, sekitar Rp30 triliun untuk kapasitas 1.000 MW dan kemungkinan menambah bengkak utang luar negeri, menurut dia, juga tidak perlu diresahkan…………………………………………………………
"Justru kita yang harus pandai-pandai dalam bernegosiasi. Apakah mau ditangani sendiri, cawe-cawe antara pemerintah, konsorsium swasta, PLN. Atau dengan investasi asing dengan sistem BOT . Apalagi sekarang ini luar negeri yang mau investasi di PLTN berebut, kan seharusnya bargaining position semakin tinggi," katanya. BOT yang dimaksudnya adalah build, operation and transfer (membangun, menggunakan dan mengalihkan) secara kemitraan untuk menjadi milik sendiri………………………………………………………………………………………...
Menurut Herman Agustiawan, biaya investasi PLTN sekitar Rp30 triliun itu masih kalah jauh jika dibanding dengan alokasi untuk subsidi BBM yang digelontorkan pemerintah per tahunnya.
Sutaryo Supadi menambahkan, jika Indonesia bertekad menjadi negara besar maka Indonesia tidak perlu takut pada berbagai risiko yang selalu mengiringi setiap rencana besar dengan menjadikannya sebagai tantangan…………………………………………………………………..
"Semua risiko sebenarnya selalu bisa diatasi dengan teknologi. Misalnya, risiko gempa dan tsunami, atasi dengan mencari lokasi yang paling aman serta dengan membangun konstruksi yang mampu menahan gempa dan tsunami besar, atau gunakan teknologi yang mampu mengeliminasi kemungkinan radiasi dan yang mengatasi limbah radioaktif," katanya.
PLTN Fukushima yang dibangun 40 tahun lalu dirancang mampu menahan gempa 8,2 SR dan ketinggian tsunami 7 meter, tapi ternyata gempa 11 Maret lalu berskala 9 SR dan ketinggian tsunami 9 meter. ……………………………………………………………………………………
"Itulah yang namanya tantangan yang harus diprediksi dan diatasi.Tapi, jika Indonesia tidak berkeinginan menjadi bangsa besar, maka tidak perlulah mencoba-coba menembus risiko itu," katanya menambahkan. (*)
Pernyataan tersebut muncul kembali menyusul musibah gempa dan tsunami Jepang 11 Maret 2011, yang mengakibatkan kegagalan sistem pendingin tiga unit reaktor PLTN Fukushima yang memicu ledakan hidrogen dan ancaman tersebarnya radioaktif………………………………..
Pertanyaannya sekarang, apakah benar PLTN yang rencananya pernah ditetapkan dibangun di Semenanjung Muria, Jepara, Jawa Tengah dan rencana berikutnya di Bangka Belitung, membuat Indonesia mengalami ketergantungan terhadap pihak asing?.....................................................
Ketua Dewan Pengawas Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL), Sutaryo Supadi, menegaskan bahwa Indonesia sudah mampu menguasai teknologi PLTN, yang sebenarnya merupakan perluasan dari teknologi PLTU………………………………………………………
Saat persiapan pembangunan reaktor riset Siwabessy berkapasitas 30 MW di Serpong, Banten, pada periode 1970-1980-an Indonesia sudah mengirim sedikitnya 256 pemudanya ke sejumlah negara untuk mempelajari PLTN, ujarnya. ……………………………………………………..
"Bahkan, sebagian mereka yang telah lulus dicangkokkan di berbagai perusahaan besar di sektor energi, seperti Westing House Amerika Serikat. Mereka ikut merancang PLTN-PLTN yang menggunakan teknologi ini. Mestinya kita bangga bahwa kita punya kemampuan," kata Pakar Nuklir ini……………………………………………………………………………………………
Soal ketergantungan teknologi, ia menyatakan, saat ini memang hanya ada beberapa saja pihak yang memiliki teknologi PLTN, yakni Westinghouse dari Amerika Serikat, Areva dari Perancis, Mitsubishi dari Jepang, teknologi dari Kanada, Rusia dan Korea Selatan.
Namun, ia menilai, jika PLTN pertama dibangun di Indonesia, maka bukan berarti negara ini bakal tergantung seterusnya dengan teknologi luar, karena alih teknologi harus menjadi persyaratan.
Ia memberi contoh, Korea Selatan yang ketika pertama kalinya membangun PLTN sangat tergantung pada teknologi Westing House AS, namun ketergantungan tersebut terus turun dari 90 persen menjadi 75 persen lalu sekarang justru menjadi pengekspor teknologi PLTN yang sangat baik ke sejumlah negara di dunia…………………………………………………………..
Sutaryo mengingatkan, di era globalisasi ini tidak mungkin suatu negara tidak memiliki ketergantungan terhadap negara lain, contohnya PLTN di Swedia yang juga mengimpor kondensor PLTN buatan Siemens Cilegon……………………………………………………….
Jangka panjang……………………………………………………………………………………
Sementara itu, anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Dr Herman Agustiawan, menegaskan bahwa semua pihak harus melihat persoalan PLTN dari sisi kebutuhan jangka panjang.
"Yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini adalah listrik yang murah dan yang mampu memberi peluang pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, lapangan pekerjaan dan kesejahteraan," katanya.
PLTN, jelas Herman, adalah solusinya, khususnya di tengah persoalan terbatasnya cadangan energi fosil serta terbatasnya kemampuan energi alternatif seperti air, geothermal, surya dan angin untuk memenuhi kebutuhan industrialisasi. ……………………………………………….
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), tambah dia, sudah sulit diperluas di Jawa karena kondisi sungai yang tak memungkinkan dan risiko sosial yang tinggi terkait pembangunan bendungan dan penggusuran, namun di luar Jawa masih terbuka………………………………………….
Sedangkan, ia menilai, energi alternatif panas bumi dibebani biaya pencarian sumber-sumber serta pengeboran yang terpencar dan sangat mahal karena resiko kegagalannya cukup besar, sehingga investor tidak berminat meski pemerintah telah menaikkan harga pembelian energi ini menjadi 9,3 sen dolar AS per kilo watt jam/hour (kwh)……………………………………..
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), menurut Herman, sangat mahal dengan harga produksi sekitar 50 sen dolar AS per kWh terkait harga panel surya, sehingga hanya cocok di daerah kepulauan yang tidak memiliki jaringan listrik PLN. ……………………………….
Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (angin) atau PLTB, dikatakannya, sulit diharapkan, terkait kondisi angin Indonesia yang tidak memadai…………………………………………………..
"Semua energi alternatif ini juga hanya bisa disediakan dengan pembangkit berskala kecil-kecil, misalnya geothermal rata-rata 100 MW, energi matahari dan angin malah jauh lebih kecil lagi misalnya 10 kW. Padahal kita bicara sektor industri dengan kebutuhan pembangkit ribuan MW," katanya.
Menurut Herman, jika Indonesia tidak pernah memulai PLTN, maka tidak akan pernah ada peluang transfer teknologi dan memperbesar kandungan lokal, bahkan untuk membangun PLTN secara mandiri………………………………………………………………………………………
Apalagi, ia menambahkan, sekitar 25 persen dari pembangunan PLTN adalah pembangunan konstruksi yang sudah pasti teknologinya dikuasai oleh bangsa Indonesia dan yang bahan bakunya melimpah di dalam negeri. …………………………………………………………….
Ia juga mengingatkan, jika SDM bangsa Indonesia yang telah dikembangkan selama ini ternyata terus-menerus "idle" (tidak terpakai) maka bisa saja suatu hari nanti mereka akan justru diimpor oleh negara-negara Asean yang saat ini sudah memulainya, seperti Vietnam.
Cadangan uranium………………………………………………………………………………..
Mengenai ketergantungan impor bahan baku uranium dalam operasional PLTN, menurut Herman, tidak perlu dipersoalkan, karena uranium masih merupakan bahan baku yang murah di pasar dunia dibanding jika Indonesia mengayakannya sendiri…………………………………..
"Mengapa harus menjadi hal yang dipermasalahkan, justru cadangan uranium kita itu lebih baik disimpan untuk anak cucu kita kelak. Kan sudah enak ada kesepakatan multilateral yang mengatur soal itu daripada ribet kita harus menambang dan mengayakan sendiri," katanya.
Data Batan menyebut, Indonesia memiliki 53.000 ton cadangan uranium yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku PLTN, yakni sebanyak 29.000 ton di Kalimantan Barat dan 24.000 ton sisanya ada di Bangka Belitung. Papua juga diindikasikan memiliki cadangan uranium yang cukup besar, namun masih diteliti. …………………………………………………
Soal ketergantungan itu, tambah Sutaryo, tak perlu diresahkan karena negara sebesar AS pun mengimpor tujuh juta barel minyak setiap hari dari negara lain…………………………………
Soal ketergantungan sumber pembiayaan investasi PLTN yang dianggap sangat besar, sekitar Rp30 triliun untuk kapasitas 1.000 MW dan kemungkinan menambah bengkak utang luar negeri, menurut dia, juga tidak perlu diresahkan…………………………………………………………
"Justru kita yang harus pandai-pandai dalam bernegosiasi. Apakah mau ditangani sendiri, cawe-cawe antara pemerintah, konsorsium swasta, PLN. Atau dengan investasi asing dengan sistem BOT . Apalagi sekarang ini luar negeri yang mau investasi di PLTN berebut, kan seharusnya bargaining position semakin tinggi," katanya. BOT yang dimaksudnya adalah build, operation and transfer (membangun, menggunakan dan mengalihkan) secara kemitraan untuk menjadi milik sendiri………………………………………………………………………………………...
Menurut Herman Agustiawan, biaya investasi PLTN sekitar Rp30 triliun itu masih kalah jauh jika dibanding dengan alokasi untuk subsidi BBM yang digelontorkan pemerintah per tahunnya.
Sutaryo Supadi menambahkan, jika Indonesia bertekad menjadi negara besar maka Indonesia tidak perlu takut pada berbagai risiko yang selalu mengiringi setiap rencana besar dengan menjadikannya sebagai tantangan…………………………………………………………………..
"Semua risiko sebenarnya selalu bisa diatasi dengan teknologi. Misalnya, risiko gempa dan tsunami, atasi dengan mencari lokasi yang paling aman serta dengan membangun konstruksi yang mampu menahan gempa dan tsunami besar, atau gunakan teknologi yang mampu mengeliminasi kemungkinan radiasi dan yang mengatasi limbah radioaktif," katanya.
PLTN Fukushima yang dibangun 40 tahun lalu dirancang mampu menahan gempa 8,2 SR dan ketinggian tsunami 7 meter, tapi ternyata gempa 11 Maret lalu berskala 9 SR dan ketinggian tsunami 9 meter. ……………………………………………………………………………………
"Itulah yang namanya tantangan yang harus diprediksi dan diatasi.Tapi, jika Indonesia tidak berkeinginan menjadi bangsa besar, maka tidak perlulah mencoba-coba menembus risiko itu," katanya menambahkan. (*)
Editor: Priyambodo RH
Di Asia, Ketergantungan Teknologi Memakan Korban……………………….////////////////////////////////
http://bacalah.web.id/?link=readart&id=576
Saat ini lebih dari 100 juta smartphone terjual di Asia-Pasifik pertahunnya bahkan diprediksi dalam lima tahun kedepan akan laku terjual hampir dua kali lipat, hal ini menandakan bahwa Asia-Pasifik merupakan pangsa pasar smartphone terbesar di dunia. ………………………………………………………………….
Situs jejaring sosial dan mobile game merupakan 'paket wajib' yang menyatu dalam industri telekomunikasi, kebanyakan remaja Asia tidak dapat jauh dari gadget dan perangkat komputernya.
"Anda boleh menyebut saya kecanduan, tidak masalah," begitulah pengakuan seorang mahasiswa berusia 22 tahun asal singapura Hanna Ruslana, yang lebih banyak memiliki teman di Twiiter dibanding di kampusnya. ………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Hanna mengupdate status dan memeriksa akun Facebook, Twiiter, Foursquare dan LinkedIn miliknya sekurangnya setiap lima belas menit lewat iPhone miliknya. ………………………………………………………………….
Namun kasus kecanduan Hanna ini terbilang ringan dibanding dengan kasus tragis yang terjadi di Korea Selatan. Pada bulan Desember tahun lalu, soerang ibu ditahan atas tuduhan telah membunuh anak laki-lakinya yang berusia tiga tahun saat merasa kelelahan bermain game di internet.
Satu bulan sebelumnya, seorang laki-laki remaja berusia lima belas tahun memutuskan bunuh diri setelah membunuh ibunya karena memarahi kebiasaan bermain gamenya. ………………………………….
Pada May 2010, seorang laki-laki Korea berusia 41 tahun dijerat hukuman dua tahun penjara setelah dia dan istrinya membiarkan bayi perempuannya meninggal dalam keadaan kekurangan gizi karena terlalu 'asyik' bermain game 'memelihara' bayi virtual di internet. ………………………………………………………………..
Pemerintahan Seoul memperkirakan jumlah populasi yang mengalami kecanduan internet sekitar dua juta orang dari sekitar 50 juta populasi Korea Selatan. ……………………………………………………………………
Di Singapura, dari hasil survey yang dilakukan pada 600 mahasiswa universitas dan politeknik pada awal tahun ini menunjukan bahwa 88 persen dari mereka lebih memilih berkomuniikasi lewat media teknologi daripada secara langsung. ……………………………………………………………………………………………………….
Kementerian dalam negeri Jepang telah mengeluarkan peringatan tentang bahaya kecanduan bermain game dan penggunaan ponsel karena dapat menyebabkan penderitanya menjadi orang yang apatis dan dapat mengganggu kehidupan sosial serta kesehatan. ……………………………………………………………………………
Kantor urusan konsumen nasional Jepang mencatat kasus konsultasi (kejiwaan) menyangkut game online meningkat hingga 1.692 kasus pada tahun 2010, meningkat dari 1.437 kasus pada tahun 2009 dan sebagian besar mereka adalah remaja. …………………………………………………………………………………………….
Di Malaysia, berdasarkan hasil riset lembaga riset TNS pada bulan November 2010 menyatakan bahwa sebagian besar orang Malaysia di akun situs jejajring sosial mereka rata-rata memiliki hubungan pertemanan sebanyak 233 teman dalam jaringannya dibanding Cina 58 dan Jepang yang hanya 29 teman saja.(Yahoo News/AFP)
http://bacalah.web.id/?link=readart&id=576
Saat ini lebih dari 100 juta smartphone terjual di Asia-Pasifik pertahunnya bahkan diprediksi dalam lima tahun kedepan akan laku terjual hampir dua kali lipat, hal ini menandakan bahwa Asia-Pasifik merupakan pangsa pasar smartphone terbesar di dunia. ………………………………………………………………….
Situs jejaring sosial dan mobile game merupakan 'paket wajib' yang menyatu dalam industri telekomunikasi, kebanyakan remaja Asia tidak dapat jauh dari gadget dan perangkat komputernya.
"Anda boleh menyebut saya kecanduan, tidak masalah," begitulah pengakuan seorang mahasiswa berusia 22 tahun asal singapura Hanna Ruslana, yang lebih banyak memiliki teman di Twiiter dibanding di kampusnya. ………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Hanna mengupdate status dan memeriksa akun Facebook, Twiiter, Foursquare dan LinkedIn miliknya sekurangnya setiap lima belas menit lewat iPhone miliknya. ………………………………………………………………….
Namun kasus kecanduan Hanna ini terbilang ringan dibanding dengan kasus tragis yang terjadi di Korea Selatan. Pada bulan Desember tahun lalu, soerang ibu ditahan atas tuduhan telah membunuh anak laki-lakinya yang berusia tiga tahun saat merasa kelelahan bermain game di internet.
Satu bulan sebelumnya, seorang laki-laki remaja berusia lima belas tahun memutuskan bunuh diri setelah membunuh ibunya karena memarahi kebiasaan bermain gamenya. ………………………………….
Pada May 2010, seorang laki-laki Korea berusia 41 tahun dijerat hukuman dua tahun penjara setelah dia dan istrinya membiarkan bayi perempuannya meninggal dalam keadaan kekurangan gizi karena terlalu 'asyik' bermain game 'memelihara' bayi virtual di internet. ………………………………………………………………..
Pemerintahan Seoul memperkirakan jumlah populasi yang mengalami kecanduan internet sekitar dua juta orang dari sekitar 50 juta populasi Korea Selatan. ……………………………………………………………………
Di Singapura, dari hasil survey yang dilakukan pada 600 mahasiswa universitas dan politeknik pada awal tahun ini menunjukan bahwa 88 persen dari mereka lebih memilih berkomuniikasi lewat media teknologi daripada secara langsung. ……………………………………………………………………………………………………….
Kementerian dalam negeri Jepang telah mengeluarkan peringatan tentang bahaya kecanduan bermain game dan penggunaan ponsel karena dapat menyebabkan penderitanya menjadi orang yang apatis dan dapat mengganggu kehidupan sosial serta kesehatan. ……………………………………………………………………………
Kantor urusan konsumen nasional Jepang mencatat kasus konsultasi (kejiwaan) menyangkut game online meningkat hingga 1.692 kasus pada tahun 2010, meningkat dari 1.437 kasus pada tahun 2009 dan sebagian besar mereka adalah remaja. …………………………………………………………………………………………….
Di Malaysia, berdasarkan hasil riset lembaga riset TNS pada bulan November 2010 menyatakan bahwa sebagian besar orang Malaysia di akun situs jejajring sosial mereka rata-rata memiliki hubungan pertemanan sebanyak 233 teman dalam jaringannya dibanding Cina 58 dan Jepang yang hanya 29 teman saja.(Yahoo News/AFP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar